10 Oktober
2013
Hanya sebuah
perkara kecil, membuat chattingan malam hariku semakin menggelegar. Aku tidak
takut, karena menurutku hal itu sudah biasa aku jalin dengannya. Bercanda,
bertengkar.. hal wajar saja menurutku, tidak ada yang perlu dihebohkan.
Temanku sering mengandalkan sosok dia
ketika temanku melihat aku letih, tak bersemangat.. meskipun dia bukan
siapa-siapaku, tapi temanku juga percaya jika dia dekat denganku, mampu
menghilangkan rasa galauku.
Setiap pagi, aku selalu dibantu
temanku untuk menyapa lewat jendela kusam disampingku bangku kelasku. Temanku
membantuku.. mungkin agar hariku semakin bersemangat. Dia tersenyum, tapi apa
yang aku lakukan, bodoh! Aku tak kuat untuk membalas senyumnya, itu hanya
senyuman.. bukan panggilan sayang, tapi aku menyianyiakan hal itu. Aku tidak
berani membalik muka kehadapannya, apalagi membalas senyumannya.
Ah, itu aku. Bodoh sekali,
menyianyiakan hal sekecil itu, yaaah walaupun sederhana, tapi itu memang bisa
memberi semangat tersendiri bagi hariku.
Saking bodohnya saat itu, aku sekarang
menyesal.
Menyesal sekali, bagaimana tidak? Hal
sesederhana itu selalu saja aku sia-siakan. Karena mungkin saat itu aku tidak
memikirkan kedepannya, aku selalu memikirkan yang sekarang terjadi. Iya, memang
saat ini aku bahagia sekali, mempunyai sosok penyemangat seperti dirinya, mampu
meredakan tangisku, mengubah cemberutku menjadi tawa, mengajakku bercanda.
Namun sekarang… aku rindu, rindu sekali hal itu.
Hanya karena perkara tidak penting,
yang selalu aku bahas, pertengakaran yang aneh menurutku.
Hal itu!! Iya, hal itu! Aku benci
malam itu, karena keesokan harinya aku tak mampu lagi melihat senyummu, melihat
dirimu, merasakan chattingan malam denganmu, berkabar-kabar, berbagi ilmu,
berbagi kisah.
Aku rindu hal itu.. sekarang aku tidak
lagi menemukan namamu dalam pemberitahuan social mediaku. Pesan singkatku pun
tak pernah kamu balas. MENGAPA ? Aku benar-benar rindu hal-hal yang dulu.
Jika ini caranya, aku hampir
mengatakan “Aku lelah, aku putus asa, dan aku mundur” Aku tidak kuat jika aku
harus memendam rasa ini sendirian, aku tidak kuat jika aku harus menerima
kenyataan pahit ini. Inikah cara kamu membunuhku pelan-pelan? Bagaimana tidak?
Aku sayang sama kamu, dan yang aku ketahui, kamu juga menerima, merespon, dan
mempunyai rasa yang sama (menurutku dan teman-temanku). Lalu tiba-tiba saja
kamu menghilang.
Pergi, dan menghilanglah.. tak apa,
namun katakan padaku yang sejujurnya mengapa semua ini terjadi, dan harus aku?
Maka kamu boleh bahagia, sebahagia mungkinlah, aku tak apa, aku ikhlas, asal
pertanyaanku kamu jawab dengan hati nurani, yang jujur…
Aku tidak akan marah, aku tidak akan
mendekatimu lagi.
Bahkan aku akan belajar melupakan
tentangmu.
Menghapuskan hal-hal indah yang pernah
aku dan kamu lakukan, hal bagaimana ketika kamu mengajariku untuk tersenyum,
membuatku tertawa.
Titip hatiku, salam pedihku.
Untuk kamu yang saat ini mungkin
merasakannya.
AKU HARAP DENGAN ADANYA INI,
MENGERTILAH.. MAKA KAMU AKAN KEMBALI TERSADAR :’)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar